Diri sendiri boleh jadi adalah orang pertama yang kita kenali sebelum kita mengenal orang lain. Tetapi, seberapa dalam kita memahaminya, acapkali menjadi misteri yang tak kunjung terpecahkan. Padahal, memiliki pemahaman mendalam tentang diri sendiri merupakan hal yang vital untuk apa pun yang kita kerjakan. Baik untuk kebaikan diri, untuk membangun hubungan yang lebih baik, juga untuk menciptakan hidup yang berarti dan memuaskan.
Kadang kita memang lebih mudah untuk bisa
mencintai orang lain daripada mencintai diri sendiri. Banyak hal yang bisa
membuat kita merasa tidak suka dengan kondisi kita saat ini. Misalnya perut
yang membuncit, tampak makin tua, karir mentok, tak punya uang, hingga hal-hal
lainnya yang membuat hidup terasa gagal.
Padahal, memiliki hubungan yang baik
dengan diri sendiri sama pentingnya dengan menjalin hubungan dengan orang lain.
Bahkan mungkin jauh lebih penting lagi. Jadi, mulailah belajar mencintai diri
sendiri.
Mencintai diri sendiri di sini bukan
berarti menjadi orang yang narsisistik. Mencintai diri sendiri apa adanya
berarti dapat menerima segala kelebihan tanpa merasa tinggi hati, tetapi di
sisi lain juga berlapang dada untuk merangkul semua kekurangan tanpa ditutupi.
Sederhananya, mencintai diri sendiri haruslah sepenuh hati dan tanpa syarat.
Mencintai diri sendiri setulus hati
membebaskan kita dari beban sosial. Dengan mencintai diri sendiri, kita belajar
untuk memahami diri dan terus bersyukur dengan apa yang sudah kita miliki. Kita
tidak dituntut untuk fokus pada masalah orang lain. Kita juga tidak akan
disibukkan untuk membandingkan diri dengan kehidupan orang lain, sehingga akan
punya lebih banyak waktu untuk mengurus diri sendiri menjadi lebih baik lagi.
Melakukan refleksi untuk memahami diri
memang acap tak mudah, karena jujur menguliti diri merupakan sebuah kegiatan
yang tak menyenangkan. Kita biasanya lebih mudah mencari perlindungan di balik
berbagai alasan. Padahal, membuka semua selubung alasan itu adalah hal kritis
yang amat perlu dilakukan. Sembilan latihan yang disarankan Howes ini bisa kita
coba lakukan.
1.
Kenang, hitung dan catat momen-momen membanggakan.
Adakah momen-momen yang membuat kita
merasa bangga? Ingat-ingat semua momen membanggakan yang kita lakukan untuk
diri sendiri, dan catat agar momen tersebut bisa kita “kunjungi” lagi tiap kali
ingin melakukan sesuatu yang membuat rasa bangga itu hadir kembali.
2.
Kenali perilaku lama.
Banyak dari kita yang terus haus mencari
kesempurnaan dan kerap merasa bahwa kita tak membuat dampak apapun untuk
mengatasi kesulitan emosional seperti rasa malu dan kesedihan.
3.
Lihat role model kita.
Dalam setiap tahapan perkembangan, setiap
orang umumnya memiliki role model yang digunakan sebagai contoh untuk
berkembang. Sarikan dalam kalimat-kalimat yang mudah diingat, hal-hal apa saja
yang diajarkan para role model ini bagi kita. Apakah pelajaran-pelajaran
tersebut masih kita sepakati saat ini atau tidak.
4.
Ingat-ingat, hal apa saja yang beresonansi dengan
kita.
Coba ingat-ingat, buku, film, atau acara
televisi apa saja yang beresonansi secara emosional dengan diri kita. Lalu coba
lakukan eksplorasi tentang apa saja dari hidup kita yang bisa diidentifikasi
dengan hal-hal tersebut secara mendalam.
5.
Minta masukan dari orang-orang yang kita sayang.
Mintalah masukan dari teman dan keluarga
untuk mengamati, hal-hal apa yang menurut mereka bisa membuat kita bahagia atau
tertekan. Tentu saja, tak mudah meminta orang lain memberi masukan. Tapi mereka
akan sangat mungkin memberi masukan yang mengejutkan dan amat membantu kita
memahami diri sendiri.
6.
Hubungkan diri kita dengan masa muda.
Cari kembali foto-foto masa lalu dan coba
kenang dan rasakan lagi perasaan yang kita rasakan saat-saat itu. Tanyakan pada
kita dalam foto tersebut, apa yang ia pikirkan tentang kita sekarang. Adakah
perubahan yang ia ingin kita lakukan dalam hidup?
7.
Pikirkan lagi kebiasaan.
“Hal apa yang manjur untuk kita?” Menurut
Howes, pertanyaan ini bisa menyuguhkan pada kita kebijaksanaan-kebijaksanaan
penting yang bisa membantu kita memahami diri sendiri. Amati, apakah
kebiasaan-kebiasaan kita itu produktif atau justru destruktif dalam perjalanan kita sejauh ini. Kita,
misalnya, bisa saja mulai mengamati, apakah jam kerja 70 jam seminggu produktif
atau destruktif buat kita. Lalu bagaimana dengan kebiasaan-kebiasaan kita yang
lain. Bila kebiasaan-kebiasaan itu membuat kita sengsara, apa yang bisa kita
lakukan untuk melakukan perubahan? Dari situ, kita bisa mulai kembali menata
diri dan lebih mengenalinya.
8.
Fokus pada hal-hal yang menginspirasi.
Howes menyarankan kita untuk bertanya pada
diri sendiri, kapan kita merasa bebas dan sangat bersemangat. Bila sudah
menemukan jawabannya, kita mulai bisa mengamati, apakah kita telah menjadikan
upaya untuk menciptakan momen tersebut sebagai prioritas.
9.
Tanyakan selalu 'pertanyaan ajaib' ini.
Pertanyaan ini merupakan salah satu teknik
utama dalam terapi fokus-solusi. “Bila malam ini, saat tidur, sebuah keajaiban
terjadi, esok ketika bangun pagi, hal apa yang akan segara saya sadari, bahwa
hidup tiba-tiba menjadi lebih baik?” Menurut Howes, pertanyaan ini bisa
membantu kita mengidentifikasi apa yang benar-benar kita inginkan, apa yang
terjadi dan bisa membantu kita menemukan cara mengatasi hambatan-hambatan yang
kita temui.
Pada akhirnya ketika sudah merasa nyaman
dengan diri sendiri, orang-orang di sekitar kita pun ikut merasakan hal yang
sama. Mereka akan nyaman berada di dekat kita, karena kita memancarkan energi
positif dari dalam diri.
Referensi :
https://greatmind.id/article/memahami-diri-sendiri
https://id.theasianparent.com/cara-mencintai-diri-sendiri
No comments:
Post a Comment