Tuesday, February 27, 2018

Kerajaan-Kerajan Islam Di Nusa Tenggara



KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI NUSA TENGGARA



DISUSUN OLEH :
Kevin Pratama Sugiarto
(X MIPA 2/19)


Sejarah Indonesia
SMA Negeri 1 Wonosari

A.      Kerajaan Lombok

1)        Kondisi Geografis
Letak kerajaan Lombok berada di Selaparang yang saat ini berada di Desa Selaparang, Kecamatan Swela, Kabupaten Lombok Timur. Kondisi wilayah Lombok berupa dataran, perbukitan, dan bergunung. Wilayah tertinggi adalah Gunung Rinjani dengan Danau Segara Anak sebagai sumber mata air bagi penduduk disekitarnya. Gunung Rinjani dikelilingi oleh hutan yang tersebar di setiap kabupaten. Bagian selatan Pulau Lombok memiliki tanah subur yang dapat dimanfaatkan untuk pertanian dengan variasi tanaman seperti jagung, padi, tembakau, kapas, dan kopi.

2)        Kehidupan Politik
Pada awalnya Kerajaan Lombok terletak di wilayah Sambelia, Lombok Timur. Akan tetapi, pada awal pendiriannya Kerajaan Lombok masih sebagai kerajaan Hindu. Pengaruh Islam di Kerajaan Lombok dibawa oleh Sunan Prapen pada abad XVI Masehi setelah Kerajaan Majapahit runtuh. Pada abad XVI Masehi Kerajaan Lombok sedang diperintahkan Prabu Rangkesari atas ajakan Sunan Prapen, Prabu Rangkasari memeluk agama Islam.
Setelah memeluk Islam, Prabu Rangkesari memindahkan pusat Kerajaan Lombok ke Desa Selaparang atas usul Patih Bannda Yuda dan Patih Singa Yuda. Pemindahan ini dilakukan karena letak Desa Selaparang lebih strategis dan tidak mudah diserang musuh dibandingkan posisi sebelumnya. Setelah memindahkan pusat pemerintahan ke Selaparang, Kerajaan Selaparang mengalami kemajuan pesat. Dalam buku Mozaik Budaya Mataram dijelaskan bahwa Kerajaan Lombok untuk mengembangkan wilayah kekuasaannya hingga ke Sumbawa Barat.

3)        Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Lombok menggantungkan perekonomiannya pada sektor pertanian. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kondisi geografis Lombok sangat mendukung kegiatan pertanian. Komoditas pertanian utama yang dikembangkan masyarakat Lombok adalah penanaman padi. Tanaman padi dikembangkan masyarakat Lombok karena didukung kesuburan tanah akibat adanya material vulkanik Gunung Rinjani.

4)        Kehidupan Agama
Sebelum mengenal Islam, masyarakat Lombok menganut kepercayaan animisme, dinamisme, dan agama Hindu. Islam masuk di Lombok dibawa Sunan Prapen setelah keruntuhan Kerajaan Majapahit. Dalam menyampaikan ajaran Islam, Sunan Prapen tidak menghilangkan kebiasaan masyarakat Lombok yang masih menganut kepercayaan lama. Bahkan, terjadi akulturasi antara Islam dan budaya masyarakat setempat. Sunan Prapen kemudian memanfaatkan adat istiadat setempat untuk mempermudah dan ajaran Islam. Salah satu akulturasi ajaran Islam dengan budaya lokal adalah munculnya ajaran Islam Wetu Telu.

5)        Kehidupan Sosial Budaya
Secara tradisional, suku Sasak merupakan etnis utama yang menghuni mayoritas Pulau Lombok. Menurut prasasti Tong-Tong yang ditemukan di Pujungan, Bali, dijelaskan bahwa suku Sasak sudah menghuni Pulau Lombok sejak abad IX-XI Masehi. Menurut Gorys Keraf, jika dirunut dari bahasanya, leluhur suku Sasak berasal dari Jawa. Pendapat Gorys Keraf didasarkan pada adanya tulisan Jejawan yang digunakan masyarakat Sasak.

B.       Kerajaan Sumbawa

1)        Kondisi Geografis
Kerajaan Sumbawa terletak di Pulau Sumbawa, sebelah timur Pulau Lombok. Pulau Sumbawa merupakan pulau terbesar pada gugusan Kepulauan Nusa Tenggara. Kerajaan Sumbawa dipandang lebih strategis dibandingkan Kerajaan Lombok karena pusat Kerajaan Sumbawa terletak pada dataran yang agak tinggi tepatnya di kaki Gunung Tambora. Letaknya yang berada di dataran tinggi menyebabkan Kerajaan Sumbawa dapat mengantisipasi jika sewaktu-waktu mendapat serangan dari luar.

2)        Kehidupan Politik
Raja pertama Kerajaan Sumbawa yang memeluk Islam adalah Dewa Majaruwa. Sebagai kerajaan baru yang bercorak Islam, Kerajaan Sumbawa melakukan hubungan dengan kerajaan Islam lain seperti Kerajaan Demak dan Gowa Tallo. Setelah Dewa Majaruwa meninggal, kedudukannya digantikan Mas Goa yang masih menganut agama Hindu.Pergantian tahta kerajaan ini membuat kerajaan  Gowa Tallo marah dan menganggap Kerajaan Sumbawa telah mengingkari perjanjian sebelumnya. Atas campur tangan Kerajaan Gowa Tallo pada tahun 1673 Mas Goa diturunkan paksa sebagai Raja Sumbawa. Dengan turunnya Mas Goa berakhir juga kekuasaan Dinasti Dewa Awan Kuning di Kerajaan Sumbawa. Raja Sumbawa selanjutnya adalah Sultan Harunurrasyid I. Pada masa ini Kerajaan Sumbawa menguasai dua kerajaan kecil, yaitu Kerajaan Empang dan Jerewet. Dalam bidang pemerintahan, Raja Sumbawa dianggap sebagai orang yang dituakan dan tokoh pemersatu. Kedudukan raja dalam bidang pemerintah dibantu suatu dewan yang bernama Majelis Lima Belas Orang. Dalam urusan hukum raja dibantu manteri telu, memanca lima, dan lelurah pitu. Kombinasi raja dan ketiga pejabat tersebut disebut catur papat.

3)        Kehidupan Ekonomi
Perekonomian Kerajaan Sumbawa menitikberatkan pada kegiatan pertanian lahan kering. Pertanian lahan kering dilakukan karena sebagian besar Pulau Sumbawa adalah tanah kering. Beberapa hasil pertanian Kerajaan Sumbawa, yaitu padi dan umbi-umbian. Dalam bidang perternakan, Kerajaan Sumbawa merupakan daerah peternak kuda terbaik. Dalam catatan sejarah sebelum dipengaruhi Islam, wilayah Sumbawa merupakan penghasil kuda terbaik.Dalam hal perdagangan komoditas yang cukup terkenal dari Sumbawa adalah madu. Madu-madu diambil langsung dari alam seperti di pegunungan dan hutan-hutan. Madu Sumbawa diperdagangkan dengan pedagang dari Makassar karena pada masa pemerintahan Dewa Majaruwa Kerajaan Gowa Tallo dan Kerajaan Sumbawa telah mengadakan perjanjian politik dan ekonomi.

4)        Kehidupan Sosial Budaya
Masyarakat Sumbawa didominasi suku bangsa Sumbawa. Menurut akar sejarahnya, suku Sumbawa merupakan percampuran antara penduduk asli Sumbawa, masyarakat Jawa, dan masyarakat Bugis. Pengaruh Jawa dan Bugis dapat dlihat dari bukti berikut.
a.       Terdapat istilah Jawa dalam struktur pemerintahan Kerajaan Sumbawa.
b.      Adanya ritual biso tiyan, yaitu selametan tujuh bulan kehamilan pertama istri.
c.       Adanya gelar daeng dan datu bagi anak raja.
d.      Hiasan-hiasan yang dipakai bangsawan Sumbawa mirip hiasan masyarakat Bugis.

C.      Kerajaan Bima

Mulanya, Bima merupakan kerajaan yang dipengaruhi oleh Hindu-Buddha yang bercampur dengan kebudayaan asli. Sebelum Islam datang, penduduknya memercayai arwah-arwah leluhur mereka sebagai penjaga kehidupan. Pada awal abad ke-17, barulah ajaran Islam masuk ke Bima, yang terletak di bagian timur pulau Sumbawa. Tepatnya pada tahun 1620, raja Bima yang bernama La Ka'i memeluk Islam dan namanya berganti menjadi Abdul Kahir.
Sesungguhnya, ajara Islam telah masuk ke daerah Sumbawa sejak abad ke-16. Persebaran Islam di wilayah ini terbagi dalam dua gelombang. Gelombang pertama sekitar tahun 1540-1550 oleh para mubaligh dan pedagang dari Demak. Sementara, Gelombang kedua terjadi pada 1620 oleh orang-orang Sulawesi. Pada gelombang kedua inilah Raja Bima, La Ka'i tertarik untuk menjadi muslim. Sejak penguasanya masuk Islam, Bima menjelma menjadi pusat penyebaran Islam di wilayah timur Nusantara. Para ulama yang berdakwah sebagian diangkat menjadi penasihat Sultan dan berperan besar dalam menentukan kebijakan Kerajaan. Banyak ulama termasyur yang datang ke Bima ini. Ada Syekh Umar al-Bantani dari Banten yang berasal dari Arab, Datuk Di Bandang dari Minangkabau, Datuk Di Tiro dari Aceh, Kadi Jalaludin serta Syekh Umar Bamahsun dari Arab.
Di bagian barat dan timur pelabuhan Bima telah terdapat perkampungan orang Melayu. Perkampungan ini menjadi pusat pengajaran Islam. Sultan Bima begitu menghormati orang-orang Melayu dan menganggap mereka saudara. Mereka bahkan dibebaskan dari kewajiban membayar pajak. Ulama dan penghulu Melayu mendapat hak istimewa untuk mengatur perkampungan mereka sesuai dengan hukum Islam. Dengan demikian, bahasa Melayu dengan mudah menyebar di Bima dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan Kerajaan Bima meliputi Pulau Flores, Timor, Solor, Sumba, dan Sawu. Pada waktu itu, Bima merupakan salah satu bandar utama. Para pedagang yang pergi dari Malaka ke Maluku, aatau sebaliknya, pasti melewati perairan Sumbawa.
Untuk meningkatkan perdagangannya, Bima mengadakan hubungan dengan kerajaan-kerajaan lain yang berdekatan. Salah satunya dengan Kerajaan Goa. Datuk Di Bandang dan Datuk Di Tiro adalah ulama yang datang ke Sumbawa atas dukungan Goa. Hubungan dua kerajaan ini dipererat dengan pernikahan antara keluarga kedua kerajaan.
Kerajaan Bima terbukti telah membantu pihak Goa dalam menghadapi Belanda. Ketika Goa menandatangani Perjanjian Bongaya taahun 1667 dengan pihak Belanda, Bima pun dipaksa untuk ikut menandatangani perjanjian tersebut. Ketika itu Sultan Bima menolak. Namun, dua tahun kemudian, 1669, Kerajaan Bima akhirnya harus mengakui kekuasaan Belanda. Perjanjian damai pun dilaksanakan, sejak itulah bangsa Belanda ikut serta dalam urusan dalam negeri Bima.
Pada tahun 1906, penguasa Bima, Sultan Ibrahim, dipaksa menandatangani kontrak politik yang bertujuan menghapus kedaulatan Kerajaan Bima oleh Belanda. Isi perjanjian ini antara lain: Bima mengakui wilayahnya menjadi bagian dari kekuasaan Hindia-Belanda, Sultan tidak boleh mengadakan kerjasama dengan bangsa Eropa lain. Selain itu, Bima harus membantu Belanda bila sedang berperang dan Sultan dilarang menyerahkan kekuasaannya selain kepada Belanda. Pada masa pemerintahan sultan terakhir, Muhammad Salahuddin (1915-1951), pendidikan agama Islam mengalami perkembangan yang pesat. Sultan Muhammad memperbanyak sarana peribadahan dan pendidikan, seperti masjid dan madrasah (sekolah Islam).
Kerajaan Baima berakhir pada tahun 1951 karena Sultan Muhammad Salahuddin meninggal dunia. Di samping itu, sebelumnya Bima telah mengakui kedaulatan Republik Indonesia dan menjadi bagiannya. Kini Bima menjadi wilayah kabupaten, berada dalam Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Sumber :
-            Buku paket Sejarah Indonesia Intan Pariwara

Saturday, February 24, 2018

Kerajaan-Kerajaan Islam Di Maluku dan Papua


KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI MALUKU DAN PAPUA



DISUSUN OLEH :
Kevin Pratama Sugiarto
(X MIPA 2/19)


Sejarah Indonesia
SMA Negeri 1 Wonosari

KERAJAAN ISLAM DI MALUKU

A.      Kerajaan Ternate dan Tidore

1)        Kondisi Geografis
Kerajaan Ternate Tidore terletak di Kepulauan Maluku Utara. Ternate dan Tidore adalah Dua kerajaan yang berbeda di dua pulau bersebelahan. Tidore terletak di sebelah selatan dan Ternate terletak di bagian utara. Kedua pulau tersebut berada di sebelah barat Pulau Halmahera. Sejak abad keXV Ternate dan Tidore dikenal sebagai negeri penghasil rempah-rempah (The Spicy Island) di Indonesia. Secara umum wilayah Ternate dan Tidore berupa dataran bergunung dan berbukit subur. Tanah di daerah tersebut mengandung materi vulkanik dari Gunung Gamalama sehingga cocok untuk pertanian dan perkebunan tanaman rempah-rempah.
2)        Kehidupan Politik
Ternate dan Tidore merupakan dua kerajaan besar yang saling bersaing dalam menguasai perdagangan di wilayah kepulauan Maluku. Dalam persaingannya Ternate membentuk Uli Lima (Persekutuan Lima) yang terdiri atas Bacan, Obi, Seram, dan Ambon, sedangkan Tidore membentuk Uli Siwa (Persekutuan Sembilan) yang terdiri atas Jailolo, Makian, dan pulau-pulau kecil di Maluku sampai Papua. Persaingan Ternate dan Tidore pada akhirnya melibatkan Portugis dan Spanyol.
Pada tahun 1512 bangsa Portugis bersekutu dengan Ternate, sedangkan Spanyol bersekutu dangan Tidore. Akibat perubahan tersebut, terjadi pertikaian antara Portugis dan Spanyol. Untuk menyelesaikan perselisihan itu, pada tahun 1528 Awas Alexander VI turun tangan dengan menentukan garis batas kekuasaan Portugis dan Spanyol dalam Perjanjian Saragosa. Menurut perjanjian tersebut Portugis tetap berkuasa di Maluku, sedangkan Spanyol harus meninggalkan Maluku dan memusatkan perhatiannya di Filipina.
3)        Kehidupan Ekonomi
Ternate dan Tidore merupakan kerajaan maritim yang menggantungkan perekonomian pada perdagangan rempah-rempah. Sebagai produsen rempah-rempah, kedua kerajaan tersebut bersaing memperebutkan pasar untuk menjual rempah-rempah. Persaingan tersebut terlihat dari pembentukan persekutuan dagang Uli Lima (Ternate) dan Uli Siwa (Tidore). Terlepas dari persaingan itu, Ternate dan Tidore telah berkembang menjadi pelabuhan dagang yang ramai. Banyak kapal asing yang singgah di pelabuhan tersebut. Bangsa Eropa juga sering mengunjungi Ternate dan Tidore untuk membeli rempah-rempah. Diantara rempah-rempah yang diimpor, cengkeh dan pala dari Maluku adalah yang paling berharga. Oleh karena itu, bangsa Eropa saling berlomba menjalin hubungan dagang dengan Ternate dan Tidore.
4)        Kehidupan Agama
Menurut Hidayat Ternate sejak abad XIV masyarakat Ternate sudah berhubungan dengan orang-orang muslim dari Arab. Hubungan ini terlihat dari kisah persahabatan Raja Ternate XII bernama Molomatea (1350-1357) dengan orang-orang Arab yang datang di Maluku untuk memberikan petunjuk pembuatan kapal. Selanjutnya, pada pemerintahan Kolano Marhum (1465-1486) terdapat ulama dari Jawa bernama Maulana Husein yang mengajarkan Islam di Ternate. Ajaran Islam pada akhirnya menarik raja dan keluarga serta masyarakat Ternate. Oleh karena itu, Kolano Marhum menjadi raja pertama yang memeluk Islam di Maluku. Selanjutnya, pada masa pemerintahan Sultan Zainal Abidin (1486-1500) proses Islamisasi di Maluku berkembang pesat. Sultan Zainal Abidin menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan. Ia juga memberlakukan syariat Islam dan membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkah Sultan Zainal Abidin ini kemudian diikuti kerajaan-kerajaan lain di Maluku.
5)        Kehidupan Sosial Budaya
Masyarakat Ternate dan Tidore memiliki toleransi yang tinggi dalam bidang agama. Sejak kedatangan bangsa Portugis di Maluku pada tahun 1522, banyak penduduk Ternate dan Tidore yang memeluk agama Nasrani. Meskipun demikian, kehidupan sosial masyarakat di kedua kerajaan tersebut tetap berlangsung harmonis. Mereka menerima agama sebagai sebuah kekayaan budaya. Meskipun masyarakat Ternate dan Tidore disibukkan dengan kegiatan ekonomi perdagangan, mereka bangunan yang unik. Salah satunya adalah Masjid Sultan Ternate yang dibangun di dekat Keraton Ternate. Selain itu Masjid Sultan Ternate terkenal unik karena memiliki aturan-aturan adat yang tegas, seperti larangan memakai sarung, kewajiban mengenakan celana panjang dan penutup kepala (kopiah) bagi para jamaahnya. Aturan-aturan ini masih berlaku dan ditaati oleh masyarakat Ternate hingga kini.

KERAJAAN –KERAJAAN ISLAM DI PAPUA
Islamisasi di Papua, khususnya di Fakfak dikembangkan oleh pedagang-pedagang Bugis melalui Banda dan Seram Timur oleh seorang pedagang dari Arab bernama Haweten Attamimi yang telah lama menetap di Ambon. Proses pengislamannya dilakukan dengan cara khitanan. Di bawah ancaman penduduk setempat jika orang yang disunat mati, kedua mubaligh akan dibunuh, namun akhirnya mereka berhasil dalam khitanan tersebut kemudian penduduk setempat berduyun-duyun masuk agama Islam. Islam di Papua berasal dari Bacan. Pada masa pemerintahan Sultan Mohammad al-Bakir, Kesultanan Bacan mencanangkan syiar Islam ke seluruh penjuru negeri, seperti Sulawesi, Fiilipina, Kalimantan, Nusa Tenggara, Jawa dan Papua. Menurut Thomas Arnold, Raja Bacan yang pertama kali masuk Islam adalah Zainal Abidin yang memerintah tahun 1521.
Pada masa ini Bacan telah menguasai suku-suku di Papua serta pulaupulau di sebelah barat lautnya, seperti Waigeo, Misool, Waigama, dan Salawati. Sultan Bacan kemudian meluaskan kekuasaannya hingga ke semenanjung Onin Fakfak, di barat laut Papua tahun 1606. Melalui pengaruhnya dan para pedagang muslim, para pemuka masyarakat di pulau-pulau kecil itu lalu memeluk agama Islam. Meskipun pesisir menganut agama Islam, sebagian besar penduduk asli di pedalaman masih tetap menganut animisme.
       Secara geografis tanah Papua memiliki kedekatan relasi etnik dan kebudayaan dengan Maluku. Dalam hal ini Fakfak memiliki kedekatan dengan Maluku Tengah, Tenggara dan Selatan, sedangkan dengan Raja Ampat memiliki kedekatan dengan Maluku Utara. Oleh karena itu, dalam membahas sejarah masuknya Islam ke Fakfak kedua alur komunikasi dan relasi ini perlu ditelusuri mengingat warga masyarakat baik di Semenanjung Onim Fakfak maupun Raja Ampat di Sorong, keduanya telah lama menjadi wilayah ajang perebutan pengaruh kekuasaan antara dua buah kesultanan atau kerajaan besar di Maluku Utara (Kesultanan Ternate dan Tidore). Nampaknya historiografi Papua memperlihatkan bahwa yang terakhir inilah (Kesultanan Tidore) yang lebih besar dominasinya di pesisir pantai kepulauan Raja Ampat dan Semenajung Onim Fakfak.
       Di Kepulauan Raja Empat sendiri terdapat beberapa Distrik Kerajaan-Kerajaan Islam yaitu :
A.  Kerajaan Namatota
       Dari silsilah Raja Namatota diketahui bahwa Raja Namatota pertama yakni Ulan Tua, telah memeluk Islam hingga sekarang diketahui merupakan generasi kelima. Lamarora merupakan raja kedua kerajaan Namatota diperkirakan hidup pada tahun 1778-1884. Raja Lamarora selanjutnya datang ke daerah Kokas dan disana beliau telah menyebarkan agama Islam dan kawin dengan perempuan bernama Kofiah Batta, selanjutnya pasangan ini merupakan cikal-bakal Raja-raja Wertuar. Salah seorang Raja Wertual (Kokas) bernama M. Rumandeng al-Amin Umar Sekar 1934, dengan gigih pernah menentang pemerintah Belanda dengan tidak mau menyetor uang tambang minyak kepada mereka. Akibatnya dia dipenjara di Hollandia (Jayapura) sebelum kemudian dibebaskan.
B.  Kerajaan Komisi
       Seorang Putera Mahkota Raja Komisi bernama Hakim Achmad Aituararauw .menyebutkan bahwa kerajaan Islam pertama didirikan di Pulau Adi pada tahun 1626 dengan nama Eraam Moon, yang diambil dari bahasa Adi Jaya yang artinya “Tanah Haram”. Raja pertamanya bernama Woran. Namun jauh sebelumnya pada abad ke XV (1460-1541) penguasa pertama di pulau Adi, Ade Aria Way, telah menerima Islam yang dibawa oleh Syarif Muaz yang mendapat gelar Syekh Jubah Biru, yang menyebarkan Islam di utara dan kawasan itu. Namun sambutan positif lebih banyak diterima di pulau Adi dalam hal ini di daerah kekuasaan Ade Aria Way. Setelah masuk Islam Ade Aria Way berganti nama menjadi Samai. Kemudian Samai mencatat bahwa pada tahun 1760 Ndovin yang merupakan generasi kelima dari Samai mendirikan kerajaan Kaimana dan bertahta di sana dengan gelar Rat Umis As Tuararauw yang kemudian dikenal dengan nama Raja Komisi
C.  Kerajaan Fatagar
       Keterangan yang diperoleh dari Raja Fatagar, Arpobi Uswanas 1997, menceritakan bahwa Fatagar I yaitu Tewal, diperkirakan hidup pada tahun 1724-1814. Raja Tewal bertahta di daerah Tubir Seram, yang hijrah dari Rumbati (daerah Was). Pada saat kerajaan Fatagar masih di Rumbati, disana Islam sudah ada dan berkembang dengan ditemukannya puing-puing bekas reruntuhan masjid. Itu berarti Islam sudah masuk di daerah Rumbati sebelum tahun 1724. Sementara itu, berdasarkan keterangan Raja Rumbati ke 16, H. Ibrahim Bauw 1986, bahwa Islam masuk di Was pada tahun 1506 melalui perang besar antara Armada Kesultanan Tidore yang dipimpin Arfan dengan Kerajaan Rumbati.
D.  Kerajaan Ati-Ati
       Di Kabupaten Fakfak pada masa awal masuknya agama Islam ada empat raja yang berkuasa diantaranya Raja Ati-ati, Ugar, Kapiar dan Namatota (sekarang masuk dalam wilayah kabupaten Kaimana). Masing-masing raja tersebut mendirikan mesjid dan mesjid tersebut yang digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan agama Islam. Akan tetapi mesjid yang didirikan oleh raja Ati-ati pada saat itu pada umumnya terbuat dari kayu sehingga tidak bisa lagi ditemukan wujud maupun sisa-sisanya. Satu-satunya mesjid yang ditunjukkan oleh keturunan Raja Ati-ati adalah mesjid Werpigan yang dibangun pada tahun 1931 oleh Raja ke-9.
E.  Kerajaan Rumbati
       Salah satu raja mantan raja dari kerajaan Rumbati adalah Patipi. Beliau sudah memerintah sejak lama. Beliau dikenal karena keinginannya memperkenalkan dan membawa Islam kepada orang-orang disekitarnya. Keberadaan dinasti raja ini adalah dinasti kedua yang mana pernah memerintah di Patipi
F.   Kerajaan Pattipi
       Masuknya Islam di Papua, khususnya di Teluk Patipi, memiliki keterkaitan dengan masuknya agama Islam di Papua. Masuknya Islam di tanah Papua terdiri dari tujuh versi, yaitu versi orang Papua, Aceh, Arab, Jawa, Banda, Bacan, serta versi Tidore dan Ternate. Masing masing dengan argumentasinya yang berbeda-beda. Menurut orang asli Papua Fakfak, yang masih kuat dengan adat dan legendanya, Islam bukan dibawa dan disebarkan oleh Kerajaan Tidore, Arab, Jawa, atau Sulawesi. Akan tetapi, Islam sudah berada di Pulau Papua sejak pulau ini diciptakan oleh Tuhan. 
G. Kerajaan Sekar
       Informasi atau tentang situs-situs khusus Kerajaan Sekar sulit diperoleh, namun dapat diyakini bahwa Kerajaan Sekar merupakan salah satu kerajaan dari 9 kerajaan Islam yang berada di Kepulauan Raja Empat.
H.  KerajaanWertuar
       Raja Wetuar ke X yakni Musa Haremba, bahwa Raja pertama Wertuar adalah Vijao. Penduduk meyakini bahwa asal muasal Raja Vijao ini dari cahaya, sedang Raja kedua bernama Ukir. Selanjutnya Raja ketiga bernama Winey yang beristrikan Boko Kopao dari Namatoria. Dari susunan Raja-raja Wertuar, yang dilantik Sultan Tidore adalah Raja ketujuh yakni Lakate pada tahun 1886. Namun pendapat lain mengatakan bahwa yang dilantik adalah Raja Wertuar keenam, yakni Sanempe. Hubungan Lakate dengan Sanempe adalah hubungan saudara dan bukan hubungan bapak anak, yang berarti mereka hidup dalam satu zaman. • Terlepas dari siapa yang dilantik dari kedua raja tersebut, kedua sumber tadi menjelaskan bahwa Raja Wertuar tersebut dilantik oleh Sultan Tidore yang bernama Muhammamd taher Alting pada tahun 1886 di Karek, Sekar Lama. Turut hadir dalam peristiwa pelantikan adalah Raja Rumbati, Abdul Jalil, dan Raja Misool Abdul Majid.
I.     Kerajaan Arguni
       Di Semenanjung Onin terdapat tiga kerajaan tradisional, yaitu kerajaan Rumbati, kerajaan Fatagar, dan kerajaan Atiati.
Di samping tiga kerajaan tersebut di atas ada pula beberapa kerajaan lain yaitu kerajaan-kerajaan yang pada mulanya berada di bawah kekuasaan kerajaan Rumbati, tetapi kemudian berhasil memperoleh pengakuan sebagai kerajaan tersendiri terutama pada masa awai pax neerlandica (1898).
1)      Kerajaan Patipi,
2)      Kerajaan Sekar,
3)      Kerajaan Wertuar dan
4)      Kerajaan Arguni.
Seperti halnya Kerajaan Sekar, informasi ataupun data lengkap dari kerajaan ini sulit ditemukan.

Sumber :
-          Buku paket Sejarah Indonesia Intan Pariwara

Kerajaan-Kerajaan Islam di Kalimantan dan Sulawesi


KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI KALIMANTAN DAN SULAWESI




DISUSUN OLEH :
Kevin Pratama Sugiarto
(X MIPA 2/19)


Sejarah Indonesia
SMA Negeri 1 Wonosari


KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI KALIMANTAN

A.      Kerajaan Pontianak

1)        Kondisi Geografis
Kerajaan Pontianak didirikan di persimpangan antara Sungai Landak, Kapuas Kecil, dan Kapuas Besar. Pusat pemerintahan Kerajaan Pontianak ditandai dengan berdirinya Masjid Sultan Syarif Abdurrahman dan Istana Kadriah yang sekarang terletak di Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur. Struktur tanah di Pontianak termasuk jenis tanah liat. Jenis tanah ini merupakan bekas endapan lumpur Sungai Kapuas. Keadaan tanah ini sangat labil dan daya dukungnya bagi pertanian sangat indahan rendah.
2)        Kehidupan Politik
Berdirinya Kerajaan Pontianak tidak lepas dari peranan rombongan dakwah dari Tarim. Rombongan tersebut terdiri atas beberapa ulama yang bertujuan untuk mengajarkan Alquran, ilmu fikih, dan ilmu hadis. Salah satu rombongan dakwah tersebut adalah Syarif Idrus. Syarif Idrus bersama anak buahnya menyusuri Sungai Kapuas sambil berdakwah hingga menetap di suatu tempat yang kemudian berkembang menjadi pusat Kota Pontianak. Pada perkembangan selanjutnya Syarif Idrus diangkat sebagai pemimpin masyarakat Pontianak dengan gelar Syarif Idrus Abdurrahman al-Alydrus. Syarif Idrus kemudian membangun Istana Kadriah dan benteng pertahanan dari kayu. Sejak saat itu, rakyat Pontianak menganggap Syarif Idrus sebagai raja Pontianak. Penobatan Syarif Idrus Abdurrahman al-Alydrus sebagai raja Pontianak dilakukan oleh Sultan Raja Haji, penguasa Kesultanan Riau. Penobatan tersebut dihadiri oleh para pemimpin dari sejumlah kerajaan, antara lain Kerajaan Matan, Sukadana, Kubu, Simpang, Landak, Mempawah, Sambas, dan Banjar. Syarif Idrus Abdurrahman al-Alydrus memang memiliki kedekatan hubungan dengan keluarga Kesultanan Riau. Syarief Idrus adalah menantu Opu Daeng Manambon, sedangkan Sultan Raja haji adalah putra Daeng Celak, saudara sekandung Opu Daeng Manambon. Syarif Idrus memerintah Kerajaan Pontianak pada tahun 1771-1808.
3)        Kehidupan Ekonomi
Perekonomian kerajaan Pontianak sangat bergantung pada kegiatan perdagangan. Kegiatan perdagangan Kerajaan Pontianak berkembang pesat karena letak Pontianak berada di persimpangan tiga sungai. Selain itu, kerajaan Pontianak membuka pelabuhan sebagai tempat interaksi dengan pedagang dari luar.
Komoditas utama perdagangan Pontianak antara lain garam, berlian, emas, lilin, rotan, tengkawang, karet, tepung sagu, gambir, pinang, sarang burung, kopra lada, dan kelapa. Perdagangan garam menyebabkan banyak pedagang dari luar Pontianak tertarik berdagang di Pontianak. Melalui perdagangan pula VOC dapat menanamkan pengaruhnya di Pontianak. Selain dengan VOC, pedagang Pontianak melakukan hubungan dagang dengan pedagang dari berbagai daerah. Pada masa pemerintahan Sultan Syarif Muhammad Alqadrie banyak pemilik modal yang berasal dari Riau, Palembang, Batavia, Malaka, dan India menanamkan modalnya di bidang perkebunan. Bersama petani dari Bugis dan Melayu, para pemilik modal membuka perkebunan karet, kelapa, dan kopra di Pontianak.
4)        Kehidupan Agama
Islam merupakan agama yang mendominasi Kerajaan Pontianak. Perkembangan agama Islam di Pontianak tidak dapat dilepaskan dari peranan rombongan pendakwah dari Tarim. Salah satu ulama terkenal dan melakukan syair Islam adalah Habib Husein al-Gadri. Dengan kesaktiannya, Habib Husein berhasil menarik simpati rakyat Pontianak memeluk Islam. Habib Husein melaksanakan kegiatan dakwahnya secara berpindah-pindah. Setelah berdakwah di matan. Habib Husein memindahkan dakwahnya ke Mempawah hingga wafat. Setelah wafat, peranan dakwah Habib Husein akan digantikan putranya yang bernama Pangeran Sahid Abdurrahman Nurul Alam.
5)        Kehidupan Sosial
Secara sosial masyarakat Pontianak dikelompokkan berdasarkan perbedaan etnis. Pada saat itu masyarakat Pontianak terbagi atas tiga etnis, yaitu masyarakat asli(Dayak), kelompok pedagang(Melayu, Bugis, dan Arab) dan imigran Cina. Suku Dayak sebagai penduduk asli Kalimantan biasanya tinggal didaerah pedalaman. Komunitas ini dikenal tertutup, lebih mengutamakan kesamaan dan kesatuan sosio-kultural. Kelompok pedagang Melayu, Bugis, dan Arab dikenal sebagai pengaruh Islam terbesar di Pontianak. Kelompok pedagang ini lebih menekankan aspek sosio-historis sebagai kelas penguasa. Adapun imigran dari Cina lebih memilih tinggal di daerah pesisir yang dikenal sebagai satu kesatuan sosio-ekonomi.

B.       Kerajaan Banjar

1)        Kondisi Geografis
Kerajaan Banjar terletak di Kalimantan Selatan. Pusat Kerajaan Banjar diperkirakan terletak di Hulu Sungai Nagara, Banjarmasin. Sungai Nagara memiliki peran penting bagi perkembangan Kerajaan Banjar dan kerajaan pendahulunya. Sungai Nagara digunakan sebagai sumber kehidupan bagi hampir seluruh masyarakat di Kalimantan baik di Banjarmasin maupun wilayah lainnya seperti Balikpapan, Kandangan, dan Amuntai. Daerah sekitar Sungai Nagara merupakan wilayah paling subur di Kalimantan. Faktor kesuburan inilah yang menyebabkan wilayah Sungai Nagara berkembang menjadi pusat Kerajaan Banjar.
2)        Kehidupan Politik
Raja pertama Kerajaan Banjar adalah Sultan Suryanullah. Selain sebagai raja pertama, dalam Hikayat Banjar Diceritakan bahwa Sultan Suryanullah merupakan pendiri Kerajaan Banjar. Nama asli Sultan suryanullah adalah Pangeran Samudra. Sebelum masuk Islam, Pangeran Samudra adalah seorang bangsawan Kerajaan Daha dalam memerintah Kerajaan Banjar Pangeran Samudra dibantu oleh beberapa patih yaitu sejak masa pemerintahan Patih Masin, Muhur, Balit, dan Kuwin.
Sejak masa pemerintahan Sultan Suryanullah Kerajaan Banjar meluaskan wilayah kekuasaannya hingga Sambas, Bantanglawai Sukadana, Kotawaringin, Sampit, Madani, dan Sambangan. Pada masa Sultan Mustain Billah, ibu kota Kerajaan Banjar dipindahkan dari Hulu Sungai Nagara ke Martapura. Sultan Mustain Billah dianggap raja terbesar Banjar karena memiliki kekuatan cukup besar dengan 50.000 prajurit. Pada masa ini pula Kerajaan Banjar terlihat konfrontasi dengan kerajaan Mataram yang saat itu dipimpin Sultan Agung. Akan tetapi, karena Banjar memiliki pasukan yang kuat, usaha Mataram untuk menguasai Banjar akhirnya gagal. Pada masa pemerintahan Sultan Mustain Billah, Kerajaan Banjar berusaha meluaskan wilayah kekuasaan. Wilayah yang berhasil dikuasai Kerajaan Banjar meliputi Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Utara. Bahkan, Kesultanan Brunei pun tunduk kepada Kerajaan Banjar dengan selalu mengirim upeti sebagai bentuk ketaatan.
3)        Kehidupan Ekonomi
Perekonomian Kerajaan Banjar bergantung pada kegiatan perdagangan dan pertanian. Kegiatan perdagangan Banjar cukup berkembang karena letaknya berada di tepi Sungai Nagara yang cukup lebar. Lada merupakan komoditas dagang utama Kerajaan Banjar yang diperjualbelikan oleh banyak pedagang dari Demak dan Gowa. Kegiatan pertanian Kerajaan Banjar berkembang karena Sungai Nagara memiliki debit air cukup deras dan membawa endapan aluvial yang berguna bagi kegiatan pertanian. Pada tahun 1967 terjadi migrasi perdagangan Mataram dari Jawa akibat agresi yang dilakukan VOC terhadap Mataram. Kedatangan imigran dari Jawa memiliki pengaruh cukup besar bagi Banjar. Pelabuhan Banten menjadi pusat difusi kebudayaan Jawa. Perang Makassar yang terjadi antara Kerajaan Gowa Tallo dan VOC juga menyebabkan banyak pedagang memilih memindahkan kegiatan perdagangannya dari pelabuhan Sombaopu ke Banjar.
4)        Kehidupan Agama
Kehidupan keagamaan Kerajaan Banjar tidak dapat dilepaskan dari peranan raja dan ulama. Sultan Suryanullah adalah raja pertama yang memeluk agama islam dan menjadikan islam sebagai agama resmi kerajaan. Perhatian sultan terhadap agama Islam cukup besar yang dibuktikan dengan pembangunan masjid Kesultanan Banjar sebagai pusat ibadah umat islam. Selain itu, sultan dan ulama merupakan satu-kesatuan  yang tidak bisa dipisahkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan syariat islam di Kerajaan Banjar. Hubungan baik antara ulama dan Sultan Suryanullah terlihat jelas dalam kitab Sabilul Muhatadin dan Parukunan yang ditulis atas permintaan Sultan Suryanullah. Kedua kitab tersebut kemudian dijadikan pedoman hukum Kerajaan Banjar.
5)        Kehidupan Sosial
Dalam masyarakat Banjar terdapat susunan dan peranan sosial yang berbentuk segitiga piramida. Lapisan teratas adalah golongan penguasa yang merupakan golongan minoritas. Lapisan kedua adalah orang-orang Belanda. Lapisan terbawah adalah petani, pedagang, dan nelayan yang merupakan golongan mayoritas.

KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI SULAWESI

A.      Kerajaan Gowa Tallo

1)        Kondisi Geografis
Kerajaan Gowa Tallo memiliki letak strategis karena berada di pantai Barat Sulawesi Selatan, Kerajaan Gowa Tallo beribu kota di Makassar dibatasi oleh Selat Makassar di sebelah barat, Laut Flores di sebelah selatan, dan Teluk Bone di sebelah timur. Keadaan alam tersebut mendorong masyarakat Makassar menjadi pelaut ulung. Selain itu, Makassar memiliki kondisi tanah relatif datar. Dengan keberadaan dua sungai, yaitu Sungai Tallo dan Sungai Jeneberang, tanah di sekitar Kota Makassar dapat dikelola menjadi lahan pertanian. Kedua sungai tersebut sering mengendapkan sedimen lumpur yang kemudian membentuk tanah aluvial. Tanah ini bersifat subur dan cocok untuk pertanian. Dengan kondisi tanah yang subur dan letak strategis, Kerajaan Gowa Tallo dapat berkembang sebagai kerajaan besar di Indonesia Timur.
2)        Kehidupan Politik
Pada masa pemerintahan Sultan Alaudin (1593-1639), Kerajaan Gowa Tallo berkembang menjadi kerajaan Islam. Sultan Alaudin berusaha untuk mengislamkan berbagai kerajaan di Sulawesi Selatan. Upaya ini mendapatkan perlawanan dari Kerajaan Bone, Wajo, dan Soppeng yang kemudian membentuk persekutuan Tellum Pocco (tiga kekuasaan). Akan tetapi, satu persatu kerajaan tersebut dapat ditaklukan oleh Sultan Alaudin. Selain menaklukkan kerajaan-kerajaan tetangga Sulawesi Selatan, Sultan Alaudin memperluas pengaruh Gowa Tallo hingga ke bagian timur kepulauan Nusa Tenggara. Berbagai penaklukan yang dilakukan oleh Sultan Alaudin telah mendorong perkembangan pelayaran dan perdagangan Gowa Tallo perkembangan pelayaran dan perdagangan menyebabkan kesejahteraan masyarakat Gowa Tallo meningkat.
Kerajaan Gowa Tallo mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin (1653-1669). Ia berhasil membangun Gowa Tallo menjadi kerajaan maritim yang menguasai jalur perdagangan di Indonesia Timur. Sultan Hasanudin sangat menentang tindakan VOC untuk melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia Timur. Upaya Sultan Hasanudin tersebut menimbulkan kemarahan VOC. Oleh karena itu, pada tahun 1666 VOC mengirimkan armada perangnya ke Makassar. Selanjutnya pada tahun 1667 Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya yang berisi kesepakatan berikut.
a)        VOC memperoleh monopoli dagang rempah-rempah di Makasar.
b)        VOC mendirikan benteng pertahanan di Makasar.
c)        Gowa Tallo harus melepaskan daerah-daerah kekuasaannya.
d)       Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone.
3)        Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Gowa Tallo memiliki letak strategis. Kedekatan geografis dengan Maluku menyebabkan Kerajaan Gowa Tallo menjadi pintu gerbang perdagangan rempah-rempah. Pelabuhan Sombaopu berkembang menjadi bandar transito yang berperan sebagai penghubung jalur perdagangan antara Malaka, Jawa, dan Maluku. Kondisi ini kemudian mendorong Gowa Tallo berkembang menjadi kerajaan maritim yang menitikberatkan pada perekonomian perdagangan dan pelayaran. Selain mengembangkan sektor perdagangan maritim, Kerajaan Gowa Tallo merupakan negeri penghasil beras di Pulau Sulawesi. Wilayah pedalaman yang subur di Gowa Tallo dikembangkan sebagai lahan pertanian padi. Selain itu Kerajaan Gowa Tallo berusaha menaklukan Bone yang menjadi salah satu daerah penghasil beras di Sulawesi Selatan. Dengan melimpahnya beras, penduduk Gowa Tallo dapat mencapai swasembada pangan.
4)        Kehidupan Agama
Perkembangan Islam di Gowa Tallo berkaitan erat dengan peran Datuk ri Bandang dari Minangkabau. Bersama Datuk Patimang dan Datuk ri Tiro, Datuk ri Bandang menyebarkan agama Islam di Sulawesi Selatan. Berkat usaha mereka, pada tahun 1605 penguasa Gowa Tallo, Karaeng Matoaya memeluk agama Islam dan bergelar Sultan Alaudin. Setelah Sultan Alaudin memeluk Islam, proses Islamisasi di Sulawesi Selatan berkembang pesat. Pada masa pemerintahan Sultan Alaudin, Kerajaan Gowa Tallo menjadi pusat perdagangan dan penyebaran Islam di Sulawesi. Pada pertengahan abad XVII Masehi di Gowa Tallo berkembang ajaran sulfisme dari tarekat khalwatiyah yang diajarkan oleh Syekh Yusuf al-Makasari.
5)        Kehidupan Sosial Budaya
Kehidupan sosial masyarakat Gowa Tallo cenderung bersifat feodalisme. Masyarakat Gowa Tallo dibedakan atas tiga kelas, yaitu karaeng (golongan bangsawan), tumasaraq (rakyat biasa), dan ata (budak). Rakyat Gowa Tallo sangat setiap pada rajanya. Kesetiaan ini terlihat saat Sultan Alaudin memeluk Islam, rakyat Gowa Tallo kemudian mengikuti agama yang dianut oleh rajanya. Untuk menghindari sistem feodalisme, banyak rakyat Gowa Tallo yang memiliki hidup sebagai pelaut.

B.       Kerajaan Wajo

Kerajaan Wajo adalah sebuah kerajaan yang didirikan sekitar tahun 1399, di wilayah yang menjadi Kabupaten Wajo saat ini di Sulawesi Selatan. Penguasanya disebut "Raja Wajo". Wajo adalah kelanjutan dari kerajaan sebelumnya yaitu Cinnotabi.
Sejarah Wajo berbeda dengan sejarah kerajaan lain yang umumnya memulai kerajaannya dengan kedatangan To Manurung. Sejarah awal Wajo menurut Lontara Sukkuna Wajo dimulai dengan pembentukan komunitas dipinggir Danau Lampulung. Disebutkan bahwa orang-orang dari berbagai daerah, utara, selatan, timur dan barat, berkumpul dipinggir Danau Lampulung. Mereka dipimpin oleh seseorang yang tidak diketahui namanya yang digelari dengan Puangnge Ri Lampulung. Puang ri Lampulung dikenal sebagai orang yang bijak, mengetahui tanda-tanda alam dan tatacara bertani yang baik. Adapun penamaan danau Lampulung dari kata sipulung yang berarti berkumpul.
Komunitas Lampulung terus berkembang dan memperluas wilayahnya hingga ke Saebawi. Setelah Puang ri Lampulung meninggal, komunitas ini cair. Hingga tiba seseorang yang memiliki kemampuan sama dengannya, yaitu Puang ri Timpengeng di Boli. Komunitas ini kemudian hijrah dan berkumpul di Boli. Komunitas Boli terus berkembang hingga meninggalnya Puang ri Timpengeng.
Setelah itu, putra mahkota kedatuan Cina dan kerajaan Mampu, yaitu La Paukke datang dan mendirikan kerajaan Cinnotabi. Adapun urutan Arung Cinnotabi yaitu, La Paukke Arung Cinnotabi I yang diganti oleh anaknya We Panangngareng Arung Cinnotabi II. We Tenrisui, putrinya menjadi Arung Cinnotabi III yang diganti oleh putranya La Patiroi sebagai Arung Cinnotabi IV. Sepeninggal La Patiroi, Adat Cinnotabi mengangkat La Tenribali dan La Tenritippe sekaligus sebagai Arung Cinnotabi V. Setelah itu, Akkarungeng (kerajaan) Cinnotabi bubar. Warga dan adatnya berkumpul di Boli dan membentuk komunitas baru lagi yang disebut Lipu Tellu Kajuru.
La Tenritau menguasai wilayah majauleng, La Tenripekka menguasai wilayah sabbamparu dan La Matareng menguasai wilayah takkalalla. Ketiganya adalah sepupu satu kali La Tenribali. La Tenribali sendiri setelah kekosongan Cinnotabi membentuk kerajaan baru disebut Akkarungeng ri Penrang dan menjadi Arung Penrang pertama. Ketiga sepupunya kemudian meminta La Tenribali agar bersedia menjadi raja mereka. Melalui perjanjian Assijancingeng ri Majauleng maka dibentuklah kerajaan Wajo. La Tenribali diangkat sebagai raja pertama bergelar Batara Wajo. Ketiga sepupunya bergelar Paddanreng yang menguasai wilayah distrik yang disebut Limpo. La Tenritau menjadi Paddanreng ri Majauleng, yang kemudian berubah menjadi Paddanreng Bettempola pertama. La Tenripekka menjadi Paddanreng Sabbamparu yang kemudian menjadi Paddanreng Talotenreng. Terakhir La Matareng menjadi Paddanreng ri Takkallala menjadi Paddanreng Tuwa.
Sumber :
-          Buku paket Sejarah Indonesia Intan Pariwara

Pahamilah Dirimu Sendiri

  https://www.shopback.co.id/katashopback/yuk-pahami-dirimu-dengan-4-cara-memahami-diri-sendiri-ini Diri sendiri boleh jadi adalah orang per...