KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI MALUKU DAN PAPUA
DISUSUN OLEH :
Kevin Pratama Sugiarto
(X
MIPA 2/19)
Sejarah
Indonesia
SMA
Negeri 1 Wonosari
KERAJAAN ISLAM DI MALUKU
A.
Kerajaan
Ternate dan Tidore
1)
Kondisi
Geografis
Kerajaan
Ternate Tidore terletak di Kepulauan Maluku Utara. Ternate dan Tidore adalah
Dua kerajaan yang berbeda di dua pulau bersebelahan. Tidore terletak di sebelah
selatan dan Ternate terletak di bagian utara. Kedua pulau tersebut berada di
sebelah barat Pulau Halmahera. Sejak abad keXV Ternate dan Tidore dikenal
sebagai negeri penghasil rempah-rempah (The
Spicy Island) di Indonesia. Secara umum wilayah Ternate dan Tidore berupa
dataran bergunung dan berbukit subur. Tanah di daerah tersebut mengandung
materi vulkanik dari Gunung Gamalama sehingga cocok untuk pertanian dan
perkebunan tanaman rempah-rempah.
2)
Kehidupan Politik
Ternate dan
Tidore merupakan dua kerajaan besar yang saling bersaing dalam menguasai
perdagangan di wilayah kepulauan Maluku. Dalam persaingannya Ternate membentuk
Uli Lima (Persekutuan Lima) yang terdiri atas Bacan, Obi, Seram, dan Ambon,
sedangkan Tidore membentuk Uli Siwa (Persekutuan Sembilan) yang terdiri atas
Jailolo, Makian, dan pulau-pulau kecil di Maluku sampai Papua. Persaingan
Ternate dan Tidore pada akhirnya melibatkan Portugis dan Spanyol.
Pada tahun
1512 bangsa Portugis bersekutu dengan Ternate, sedangkan Spanyol bersekutu
dangan Tidore. Akibat perubahan tersebut, terjadi pertikaian antara Portugis
dan Spanyol. Untuk menyelesaikan perselisihan itu, pada tahun 1528 Awas
Alexander VI turun tangan dengan menentukan garis batas kekuasaan Portugis dan
Spanyol dalam Perjanjian Saragosa. Menurut perjanjian tersebut Portugis tetap
berkuasa di Maluku, sedangkan Spanyol harus meninggalkan Maluku dan memusatkan
perhatiannya di Filipina.
3)
Kehidupan Ekonomi
Ternate dan
Tidore merupakan kerajaan maritim yang menggantungkan perekonomian pada
perdagangan rempah-rempah. Sebagai produsen rempah-rempah, kedua kerajaan
tersebut bersaing memperebutkan pasar untuk menjual rempah-rempah. Persaingan
tersebut terlihat dari pembentukan persekutuan dagang Uli Lima (Ternate) dan Uli
Siwa (Tidore). Terlepas dari persaingan itu, Ternate dan Tidore telah
berkembang menjadi pelabuhan dagang yang ramai. Banyak kapal asing yang singgah
di pelabuhan tersebut. Bangsa Eropa juga sering mengunjungi Ternate dan Tidore
untuk membeli rempah-rempah. Diantara rempah-rempah yang diimpor, cengkeh dan
pala dari Maluku adalah yang paling berharga. Oleh karena itu, bangsa Eropa
saling berlomba menjalin hubungan dagang dengan Ternate dan Tidore.
4)
Kehidupan Agama
Menurut
Hidayat Ternate sejak abad XIV masyarakat Ternate sudah berhubungan dengan
orang-orang muslim dari Arab. Hubungan ini terlihat dari kisah persahabatan
Raja Ternate XII bernama Molomatea (1350-1357) dengan orang-orang Arab yang
datang di Maluku untuk memberikan petunjuk pembuatan kapal. Selanjutnya, pada
pemerintahan Kolano Marhum (1465-1486) terdapat ulama dari Jawa bernama Maulana
Husein yang mengajarkan Islam di Ternate. Ajaran Islam pada akhirnya menarik
raja dan keluarga serta masyarakat Ternate. Oleh karena itu, Kolano Marhum
menjadi raja pertama yang memeluk Islam di Maluku. Selanjutnya, pada masa
pemerintahan Sultan Zainal Abidin (1486-1500) proses Islamisasi di Maluku
berkembang pesat. Sultan Zainal Abidin menjadikan Islam sebagai agama resmi
kerajaan. Ia juga memberlakukan syariat Islam dan membentuk lembaga kerajaan
sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkah Sultan Zainal
Abidin ini kemudian diikuti kerajaan-kerajaan lain di Maluku.
5)
Kehidupan Sosial Budaya
Masyarakat
Ternate dan Tidore memiliki toleransi yang tinggi dalam bidang agama. Sejak
kedatangan bangsa Portugis di Maluku pada tahun 1522, banyak penduduk Ternate
dan Tidore yang memeluk agama Nasrani. Meskipun demikian, kehidupan sosial
masyarakat di kedua kerajaan tersebut tetap berlangsung harmonis. Mereka
menerima agama sebagai sebuah kekayaan budaya. Meskipun masyarakat Ternate dan
Tidore disibukkan dengan kegiatan ekonomi perdagangan, mereka bangunan yang
unik. Salah satunya adalah Masjid Sultan Ternate yang dibangun di dekat Keraton
Ternate. Selain itu Masjid Sultan Ternate terkenal unik karena memiliki
aturan-aturan adat yang tegas, seperti larangan memakai sarung, kewajiban
mengenakan celana panjang dan penutup kepala (kopiah) bagi para jamaahnya.
Aturan-aturan ini masih berlaku dan ditaati oleh masyarakat Ternate hingga
kini.
KERAJAAN –KERAJAAN ISLAM DI PAPUA
Islamisasi di Papua,
khususnya di Fakfak dikembangkan oleh pedagang-pedagang Bugis melalui Banda dan
Seram Timur oleh seorang pedagang dari Arab bernama Haweten Attamimi yang telah
lama menetap di Ambon. Proses pengislamannya dilakukan dengan cara khitanan. Di
bawah ancaman penduduk setempat jika orang yang disunat mati, kedua mubaligh akan
dibunuh, namun akhirnya mereka berhasil dalam khitanan tersebut kemudian
penduduk setempat berduyun-duyun masuk agama Islam. Islam di Papua berasal dari
Bacan. Pada masa pemerintahan Sultan Mohammad al-Bakir, Kesultanan Bacan
mencanangkan syiar Islam ke seluruh penjuru negeri, seperti Sulawesi,
Fiilipina, Kalimantan, Nusa Tenggara, Jawa dan Papua. Menurut Thomas Arnold,
Raja Bacan yang pertama kali masuk Islam adalah Zainal Abidin yang memerintah
tahun 1521.
Pada masa ini Bacan
telah menguasai suku-suku di Papua serta pulaupulau di sebelah barat lautnya,
seperti Waigeo, Misool, Waigama, dan Salawati. Sultan Bacan kemudian meluaskan
kekuasaannya hingga ke semenanjung Onin Fakfak, di barat laut Papua tahun 1606.
Melalui pengaruhnya dan para pedagang muslim, para pemuka masyarakat di
pulau-pulau kecil itu lalu memeluk agama Islam. Meskipun pesisir menganut agama
Islam, sebagian besar penduduk asli di pedalaman masih tetap menganut animisme.
Secara geografis tanah Papua memiliki
kedekatan relasi etnik dan kebudayaan dengan Maluku. Dalam hal ini Fakfak
memiliki kedekatan dengan Maluku Tengah, Tenggara dan Selatan, sedangkan dengan
Raja Ampat memiliki kedekatan dengan Maluku Utara. Oleh karena itu, dalam
membahas sejarah masuknya Islam ke Fakfak kedua alur komunikasi dan relasi ini
perlu ditelusuri mengingat warga masyarakat baik di Semenanjung Onim Fakfak
maupun Raja Ampat di Sorong, keduanya telah lama menjadi wilayah ajang
perebutan pengaruh kekuasaan antara dua buah kesultanan atau kerajaan besar di Maluku
Utara (Kesultanan Ternate dan Tidore). Nampaknya historiografi Papua
memperlihatkan bahwa yang terakhir inilah (Kesultanan Tidore) yang lebih besar
dominasinya di pesisir pantai kepulauan Raja Ampat dan Semenajung Onim Fakfak.
Di Kepulauan Raja Empat sendiri terdapat
beberapa Distrik Kerajaan-Kerajaan Islam yaitu :
A. Kerajaan Namatota
Dari silsilah Raja Namatota diketahui
bahwa Raja Namatota pertama yakni Ulan Tua, telah memeluk Islam hingga sekarang
diketahui merupakan generasi kelima. Lamarora merupakan raja kedua kerajaan
Namatota diperkirakan hidup pada tahun 1778-1884. Raja Lamarora selanjutnya
datang ke daerah Kokas dan disana beliau telah menyebarkan agama Islam dan
kawin dengan perempuan bernama Kofiah Batta, selanjutnya pasangan ini merupakan
cikal-bakal Raja-raja Wertuar. Salah seorang Raja Wertual (Kokas) bernama M.
Rumandeng al-Amin Umar Sekar 1934, dengan gigih pernah menentang pemerintah
Belanda dengan tidak mau menyetor uang tambang minyak kepada mereka. Akibatnya
dia dipenjara di Hollandia (Jayapura) sebelum kemudian dibebaskan.
B. Kerajaan Komisi
Seorang Putera Mahkota Raja Komisi
bernama Hakim Achmad Aituararauw .menyebutkan bahwa kerajaan Islam pertama
didirikan di Pulau Adi pada tahun 1626 dengan nama Eraam Moon, yang diambil
dari bahasa Adi Jaya yang artinya “Tanah Haram”. Raja pertamanya bernama Woran.
Namun jauh sebelumnya pada abad ke XV (1460-1541) penguasa pertama di pulau
Adi, Ade Aria Way, telah menerima Islam yang dibawa oleh Syarif Muaz yang
mendapat gelar Syekh Jubah Biru, yang menyebarkan Islam di utara dan kawasan
itu. Namun sambutan positif lebih banyak diterima di pulau Adi dalam hal ini di
daerah kekuasaan Ade Aria Way. Setelah masuk Islam Ade Aria Way berganti nama
menjadi Samai. Kemudian Samai mencatat bahwa pada tahun 1760 Ndovin yang
merupakan generasi kelima dari Samai mendirikan kerajaan Kaimana dan bertahta
di sana dengan gelar Rat Umis As Tuararauw yang kemudian dikenal dengan nama
Raja Komisi
C. Kerajaan Fatagar
Keterangan yang diperoleh dari Raja
Fatagar, Arpobi Uswanas 1997, menceritakan bahwa Fatagar I yaitu Tewal,
diperkirakan hidup pada tahun 1724-1814. Raja Tewal bertahta di daerah Tubir
Seram, yang hijrah dari Rumbati (daerah Was). Pada saat kerajaan Fatagar masih
di Rumbati, disana Islam sudah ada dan berkembang dengan ditemukannya
puing-puing bekas reruntuhan masjid. Itu berarti Islam sudah masuk di daerah
Rumbati sebelum tahun 1724. Sementara itu, berdasarkan keterangan Raja Rumbati
ke 16, H. Ibrahim Bauw 1986, bahwa Islam masuk di Was pada tahun 1506 melalui
perang besar antara Armada Kesultanan Tidore yang dipimpin Arfan dengan
Kerajaan Rumbati.
D. Kerajaan Ati-Ati
Di Kabupaten Fakfak pada masa awal
masuknya agama Islam ada empat raja yang berkuasa diantaranya Raja Ati-ati,
Ugar, Kapiar dan Namatota (sekarang masuk dalam wilayah kabupaten Kaimana).
Masing-masing raja tersebut mendirikan mesjid dan mesjid tersebut yang
digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan agama Islam. Akan tetapi mesjid yang
didirikan oleh raja Ati-ati pada saat itu pada umumnya terbuat dari kayu
sehingga tidak bisa lagi ditemukan wujud maupun sisa-sisanya. Satu-satunya
mesjid yang ditunjukkan oleh keturunan Raja Ati-ati adalah mesjid Werpigan yang
dibangun pada tahun 1931 oleh Raja ke-9.
E. Kerajaan Rumbati
Salah satu raja mantan raja dari
kerajaan Rumbati adalah Patipi. Beliau sudah memerintah sejak lama. Beliau
dikenal karena keinginannya memperkenalkan dan membawa Islam kepada orang-orang
disekitarnya. Keberadaan dinasti raja ini adalah dinasti kedua yang mana pernah
memerintah di Patipi
F. Kerajaan Pattipi
Masuknya Islam di Papua, khususnya di
Teluk Patipi, memiliki keterkaitan dengan masuknya agama Islam di Papua.
Masuknya Islam di tanah Papua terdiri dari tujuh versi, yaitu versi orang
Papua, Aceh, Arab, Jawa, Banda, Bacan, serta versi Tidore dan Ternate. Masing
masing dengan argumentasinya yang berbeda-beda. Menurut orang asli Papua
Fakfak, yang masih kuat dengan adat dan legendanya, Islam bukan dibawa dan
disebarkan oleh Kerajaan Tidore, Arab, Jawa, atau Sulawesi. Akan tetapi, Islam
sudah berada di Pulau Papua sejak pulau ini diciptakan oleh Tuhan.
G. Kerajaan Sekar
Informasi atau tentang situs-situs
khusus Kerajaan Sekar sulit diperoleh, namun dapat diyakini bahwa Kerajaan
Sekar merupakan salah satu kerajaan dari 9 kerajaan Islam yang berada di
Kepulauan Raja Empat.
H. KerajaanWertuar
Raja Wetuar ke X yakni Musa Haremba,
bahwa Raja pertama Wertuar adalah Vijao. Penduduk meyakini bahwa asal muasal
Raja Vijao ini dari cahaya, sedang Raja kedua bernama Ukir. Selanjutnya Raja
ketiga bernama Winey yang beristrikan Boko Kopao dari Namatoria. Dari susunan
Raja-raja Wertuar, yang dilantik Sultan Tidore adalah Raja ketujuh yakni Lakate
pada tahun 1886. Namun pendapat lain mengatakan bahwa yang dilantik adalah Raja
Wertuar keenam, yakni Sanempe. Hubungan Lakate dengan Sanempe adalah hubungan
saudara dan bukan hubungan bapak anak, yang berarti mereka hidup dalam satu
zaman. • Terlepas dari siapa yang dilantik dari kedua raja tersebut, kedua
sumber tadi menjelaskan bahwa Raja Wertuar tersebut dilantik oleh Sultan Tidore
yang bernama Muhammamd taher Alting pada tahun 1886 di Karek, Sekar Lama. Turut
hadir dalam peristiwa pelantikan adalah Raja Rumbati, Abdul Jalil, dan Raja
Misool Abdul Majid.
I. Kerajaan Arguni
Di Semenanjung Onin terdapat tiga kerajaan
tradisional, yaitu kerajaan Rumbati, kerajaan Fatagar, dan kerajaan Atiati.
Di samping tiga kerajaan tersebut
di atas ada pula beberapa kerajaan lain yaitu kerajaan-kerajaan yang pada
mulanya berada di bawah kekuasaan kerajaan Rumbati, tetapi kemudian berhasil
memperoleh pengakuan sebagai kerajaan tersendiri terutama pada masa awai pax
neerlandica (1898).
1)
Kerajaan Patipi,
2)
Kerajaan Sekar,
3)
Kerajaan Wertuar dan
4)
Kerajaan Arguni.
Seperti halnya Kerajaan Sekar,
informasi ataupun data lengkap dari kerajaan ini sulit ditemukan.
Sumber :
-
Buku
paket Sejarah Indonesia Intan Pariwara
No comments:
Post a Comment