Tuesday, January 20, 2015

Nilai-Nilai Kepahlawanan

Nilai-Nilai Kepahlawanan
1  
Thomas Matulessy (Pattimura)

Thomas Matulessy (Pattimura) di Maluku. Pattimura lahir pada tanggal 8 Juni 1783 dengan nama Thomas Matulessy. Ia pernah menjadi tentara Inggris dengan pangkat sersan mayor. Kemudian ia terkenal dengan sebutan Kapitan Pattimura.
Pada tanggal 16 Mei 1817 Pattimura memimpin rakyat Maluku menentang Belanda dengan menyerbu benteng Duurstede dan Residen Belanda yang bernama Van den Berg tewas dalam peristiwa itu. Raja-raja kecil di Maluku turut membantu perjuangan Pattimura, seperti Raja Lha, Nolot, Tuhaja, Itawaku dan Ihamaku. Selain itu juga Pattimura dibantu oleh Philip Latumahimma dan seorang putri raja Maluku yang bernama Martha Khristina Tiahahu. Belanda merasa kewalahan dengan perlawanan dari pasukan Pattimura ini. Lalu, Belanda mengajak Pattimura untuk berunding, namun ditolaknya dengan tegas dan Pattimura dijatuhi hukuman mati dengan cara digantung di depan Benteng Viktoria.

2   Tuanku Imam Bonjol
Tuanku Imam Bonjol atau Tuanku Imam Malim Besar lahir pada tahun 1772 di Tanjung Bunga Pasaman, Sumatera Barat. Tuanku Iman Bonjol adalah pemimpin Perang Padri tahun 1821-1837 Perang Padri adalah adanya pertentangan antara kaum adat dengan kaum Islam (ulama). Kaum adat terdiri atas raja dan para pengikutnya, sebagian besar masyarakat Minangkabau dikuasai oleh kaum adat. Perbuatan dan adat kebiasaan para penghulu adat sangat bertentangan dengan hukum-hukum Islam.
Pada awal abad ke-19 terjadi gerakan Wahabi yaitu gerakan agar ajaran Islam dilaksasnakan secara murni sesuai Alquran dan Hadis Rosul. Pengikutnya gerakan Wahabi disebut Kaum Padri. Kaum adat dan Belanda yang dipimpin oleh Kolonel Raaf menyerang kaum Padri dengan yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol/Peta Syarif yang disebut Kaum Putih.
Pada tanggal 29 Oktober 1825, Belanda berhasil mengadakan perjanjian damai dengan kaum Padri yang terkenal dengan Perjanjian Padang, yang isinya “Kedua belah pihak sepakat mengadakan gencatan senjata.” . pada tanggal 25 Oktober 1837 Tuanku Imam Bonjol ditangkap oleh Belanda dan beliau wafat pada tanggal 6 November 1864 dalam usia 92 tahun, dimakamkan di kampung Pineleng dekat Kota Manado.

      Pangeran Diponegoro

Pangeran Diponegoro lahir di Yogyakarta pada tanggal 11 November 1785, dengan nama waktu kecil Ontowiryo, putra Sultan Hamengku Buwono III. Beliau mendapat pendidikan agama Islam, keprajuritan dan kepahlawanan. Juga budi pekerti, cinta kepada sesama manusia, cinta bangsa dan cinta tanah air. Berkat pendidikan nenek buyutnya, Pangeran Diponegoro menyadari
benar bahwa kemerosotan bangsa dan negaranya adalah akibat adanya penjajahan Belanda Kerajaan Mataram yang demikian besarnya pecah menjadi 4 kerajaan kecil akibat campur tangan Belanda, yaitu Kerajaan Yogyakarta, Kerajaan Surakarta, Kerajaan Paku Alam, dan Kerajaan Mangkunegaraan.
Perang Diponegoro terjadi tanggal 20 JUli 1825. Markas perang Diponegoro di Gunung Manoreh, rakyat mengangkat Pangeran Diponegoro menjadi sultan dengan gelar Sultan Abdulhamid Herucakra Amirul Mukminin Sayidin Panatagama. Siasat Perang Diponegoro adalah gerilya, berlangsung mulai tanggal 20Juli 1825 sampai 28 Maret 1830. Pangeran Diponegoro ditangkap oleh Panglima tentara Belanda, Jenderal de Kock dan Setelah ditahan selama 24 tahun oleh Belanda, pada tanggal 18 Januari 1855 beliau wafat dan dimakamkan di Kota Ujungpandang.

4Cut Nyak Dien
                                    
Cut Nyak Dien Kerajaan Aceh,1848  Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908; dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Acehyang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga bertempur melawan Belanda. Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan Belanda.
Teuku Umar, salah satu tokoh yang melawan Belanda, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut serta dalam medan perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1880. Mereka dikaruniai anak yang diberi nama Cut Gambang. Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, ia bersama Teuku Umar bertempur bersama melawan Belanda. Namun, Teuku Umar gugur saat menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899, sehingga ia berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Cut Nyak Dien saat itu sudah tua dan memiliki penyakit encok danrabun, sehingga satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba. Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Namun, keberadaannya menambah semangat perlawanan rakyat Aceh. Ia juga masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap. Akibatnya, Dhien dibuang ke Sumedang. Tjoet Nyak Dhien meninggal pada tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumeda
   Teungku Umar

Teuku Umar yang dilahirkan diMeulaboh Aceh Barat pada tahun1854, adalah anak seorangUleebalang bernama Teuku Achmad Mahmud dari perkawinan dengan adik perempuan Raja Meulaboh. Umar mempunyai dua orang saudara perempuan dan tiga saudara laki-laki.
Nenek moyang Umar adalah Datuk Makhudum Sati berasal dariMinangkabau. Salah seorang keturunan Datuk Makhudum Sati pernah berjasa terhadap Sultan Aceh, yang pada waktu itu terancam oleh seorang Panglima Sagi yang ingin merebut kekuasaannya. Berkat jasanya tersebut, orang itu diangkat menjadi Uleebalang VI Mukim dengan gelar Teuku Nan Ranceh. Teuku Nan Ranceh mempunyai dua orang putra yaitu Teuku Nanta Setia dan Teuku Ahmad Mahmud. Sepeninggal Teuku Nan Ranceh, Teuku Nanta Setia menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Uleebalang VI Mukim. la mempunyai anak perempuan bernama Cut Nyak Dhien.
Teuku Umar dari kecil dikenal sebagai anak yang cerdas, pemberani, dan kadang suka berkelahi dengan teman-teman sebayanya. Ia juga memiliki sifat yang keras dan pantang menyerah dalam menghadapi segala persoalan. Teuku Umar tidak pernah mendapakan pendidikan formal. Meski demikian, ia mampu menjadi seorang pemimpin yang kuat, cerdas , dan pemberani.
  Supriyadi

Supriyadi lahir di Trenggalek, Jawa Timur, 13 April 1923  adalah pahlawan nasional Indonesia dan pemimpin pemberontakan pasukanPembela Tanah Air  (PETA) terhadap pasukan pendudukan Jepang di Blitarpada Februari 1945. Ia ditunjuk sebagai Menteri Keamanan Rakyat dalamKabinet Presidensial, tetapi digantikan oleh Imam Muhammad Suliyoadikusumo pada 20 Oktober 1945 karena Supriyadi tidak pernah muncul. Bagaimana dan di mana Supriyadi wafat, masih menjadi misteri yang belum terpecahkan. Pada Oktober 1943, Jepang mendirikan milisi PETA untuk membantu tentara Jepang menghadapi Sekutu. Supriyadi bergabung dengan PETA dengan pangkat shodancho atau komandan platon, dan setelah mengikuti pelatihan ditugaskan di Blitar, Jawa Timur. Ia ditugaskan mengawasi pekerja romusha. Penderitaan pekerja-pekerja tersebut mendorongnya untuk memberontak melawan Jepang.


No comments:

Post a Comment

Pahamilah Dirimu Sendiri

  https://www.shopback.co.id/katashopback/yuk-pahami-dirimu-dengan-4-cara-memahami-diri-sendiri-ini Diri sendiri boleh jadi adalah orang per...